Spartakus
Spartakus |
Perjuangan Spartakus sering dilihat sebagai perjuangan orang-orang tertindas yang berjuang untuk kebebasan mereka terhadap aristokrasi pemilik budak, telah menemukan arti baru bagi para penulis modern sejak abad ke-19. Pemberontakan Spartakus telah terbukti menginspirasi banyak penulis sastra dan politik modern, menjadikannya sebagai pahlawan rakyat, baik di antara budaya kuno maupun modern.
Sumber-sumber kuno sepakat bahwa Spartakus adalah seorang Thracia. Appian mengatakan, Spartakus adalah "seseorang kelahiran Thracia yang pernah bertugas sebagai prajurit dengan Romawi, namun sejak saat itu menjadi tahanan dan dijual untuk menjadi Gladiator". Florus (2.8.8) menggambarkannya sebagai salah seorang "tentara bayaran Thracia yang telah menjadi seorang prajurit Romawi, seorang tentara, desertir dan perampok, dan setelah itu dengan pertimbangan kekuatannya, menjadi seorang gladiator". Beberapa penulis mengacu pada suku Thracia dari Maedi, yang mana dalam sejarah menduduki daerah di pinggiran barat daya Trakia (sekarang barat daya Bulgaria). Plutarch juga menulis bahwa istri Spartakus, seorang nabiah dari suku Maedi, ikut diperbudak bersamanya.
Menurut sumber yang berbeda dan interpretasi mereka, Spartakus adalah tambahan dari legiun Romawi yang kemudian dijadikan budak, atau tawanan yang diambil oleh legiun. Spartacus dilatih di sekolah gladiator (Ludus) di dekat Capua milik Lentulus Batiatus. Pada tahun 73 SM, Spartacus merupakan salah satu di antara sekelompok gladiator yang merencanakan pelarian. Meski ada yang membocorkan rencana tersebut, sekitar 70 orang berhasil menyita perkakas dapur, berjuang untuk membebaskan diri dari sekolah serta menyita beberapa gerobak senjata gladiator dan baju besi. Para budak yang lolos berhasil mengalahkan pasukan kecil yang dikirim untuk mereka, menjarah wilayah di sekitar Capua, merekrut banyak budak lainnya ke dalam barisan mereka, dan akhirnya beristirahat di Gunung Vesuvius.